Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadits:
... قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ
تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ
الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
…saya (Hudzaifah) bertanya
('apa yang anda perintahkan kepada kami) jika tidak ada jamaah muslimin dan
imam? Nabi menjawab; jauhilah seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun
kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu dan engkau tetap seperti
itu. (HR. al Bukhoriy dan Muslim, teks lengkap di bagian bawah).

Sebagian kaum muslimin mengharamkan adanya
organisasi dakwah dengan alasan hadits ini, dengan mengambil langsung penggalan
hadits:
فَاعْتَزِلْ تِلْكَ
الْفِرَقَ كُلَّهَا ...
“jauhilah seluruh
firqah (kelompok-kelompok) itu …”
Padahal dalam hadits tersebut, yang perintah untuk menjauhi
seluruh firqah/kelompok tersebut, adalah untuk seluruh firqah yang dijelaskan
Rasulullah dalam kalimat sebelumnya,
yakni:
فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ
ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ . قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ
قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ. فَهَلْ بَعْدَ
ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ
أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
… Saya (Hudzaifah) bertanya lagi, "Apakah
setelah kejahatan tersebut akan timbul lagi kebaikan?" beliau menjawab:
"Ya, akan tetapi di dalamnya ada "dukhn"[1]
(kotoran) ". Aku bertanya lagi; "Apa kotorannya?".
Beliau menjawab: "Yaitu suatu kaum yang memberi
petunjuk tanpa mengikuti petunjukku, kamu mengenalnya dan kamu mengingkarinya". Saya bertanya lagi, "Apakah setelah
kebaikan ini timbul lagi kejahatan?" beliau menjawab: "Ya,
yaitu para penyeru yang mengajak ke pintu jahannam. Siapa yang memenuhi
seruan mereka maka akan dilemparkan kedalamnya"…
Oleh sebab itu, kelompok/firqah yang harus dijauhi adalah
semua kelompok yang menyeru bukan kepada Islam, kelompok-kelompok yang bukan
berlandaskan ‘aqidah Islam, yakni kelompok apapun yang landasannya hanyalah
fanatisme (ashobiyyah) golongan, kesukuan, kebangsaan dan kepentingan duniawi
semata yang hanya bertujuan semata-mata untuk meraih kekuasaan. Inilah yang
disifatkan Rasulullah dengan “suatu kaum yang memberi
petunjuk tanpa mengikuti petunjukku” dan “para penyeru yang mengajak ke pintu jahannam”.
Adapun kelompok yang berupaya menegakkan Islam dengan asas
‘aqidah Islam dan senantiasa terikat dengan hukum Islam dalam langkah-langkah
dakwahnya. Tentu dua kelompok ini tidak bisa disamakan, Allah sendiri
membedakan mereka dengan firman-Nya:
أَفَمَنْ كَانَ مُؤْمِنًا
كَمَنْ كَانَ فَاسِقًا لَا يَسْتَوُونَ
Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik
(kafir)? Mereka tidak sama. (Q.S As Sajadah : 18)
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ
كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama
dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat
demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (Q.S. Al Qalam : 35 – 36)
Lebih dari itu, Allah justru memerintahkan adanya
kelompok/golongan yang melakukan ‘amar ma’ruf nahi munkar dengan firman-Nya:
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنْ الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S Ali Imran :
104)
Yang dimaksud أُمَّةٌ dalam ayat ini adalah جماعة, yakni kelompok/golongan dari kaum muslimin (Tafsir Ath
Thabari). Ayat ini menunjukkan dengan jelas akan wajib adanya kelompok dakwah
yang menyeru kepada kebaikan (yakni Islam, dalam tafsir Jalalain), yang
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan aktivitas ini
tentu tidak sama dengan apa yang disebut Rasulullah sebagai: “suatu kaum
yang memberi petunjuk tanpa mengikuti petunjukku” dan “para penyeru yang
mengajak ke pintu jahannam”.
Adapun ungkapan ‘firqoh’ juga
tidak senantiasa berkonotasi negatif. Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat
ini beliau menyatakan:
وَالْمَقْصُودُ مِنْ هَذِهِ الْآيَةِ أَنْ
تَكُونَ فرْقَة مِنَ الأمَّة مُتَصَدِّيَةٌ لِهَذَا الشَّأْنِ، وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ
وَاجِبًا عَلَى كُلِّ فَرْدٍ مِنَ الْأُمَّةِ بِحَسْبِهِ،
Makna yang dimaksud dari ayat
ini ialah hendaklah ada firqoh (segolongan orang) dari kalangan umat ini yang
bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut memang
diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini. (Tafsir Ibnu Katsir,
2/91. Maktabah Syamilah).
Bagaimana mungkin jika ada
kelompok yang melakukan apa yang Allah
wajibkan justru diharamkan bergabung dengan mereka dengan beralasan hadits Hudzaifah
tsb?. Tidak diragukan lagi, bahwa ketidaktepatan memahami hadits Hudzaifah
tersebut lah titik masalahnya. Allaahu A’lam.