
1. Menjadikan Istri Sebagai Pemimpin Rumah Tangga
Dari Abu Bakrah,ia berkata: Rasulullah saw.bersabda: ‘tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.’ (HR. Ahmad)
Rasul menyampaikan bahwa suatu kaum (termasuk didalamnya suami) tidak akan pernah memperoleh kejayaan atau keberuntungan bila menjadikan seorang wanita (termasuk istri) menjadi seorang pemimpin. bentuk ketidak beruntungan ini adalah hilangnya wibawa suami sehingga memberi peluang untuk istri berlaku sesukanya dalam mengatur rumah tangga tanpa memperdulikan pendapat suami (istilah kerennya IPSTI=ikatan Para Suami Takut Istri). menyuruh istri mencari nafkah dan mengatur urusan rumah tangga termasuk menjadikan istri sebagai pemimpin. suami yang berbuat demikian berarti melanggar ketentuan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. beberapa faktor penyebab kedurhakaan ini:
suami seorang pemalas yang enggan memikul tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.
suami telah uzdur sehingga tidak bisa menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin rumah tangga
suami terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan hobinya sehingga tidak bisa mengurus kepentingan keluarga selain hanya memberi uang belanja. tanggung jawab suami tidak hanya member nafkah, tapi juga harus membimbing isri dan anak anak dalam pembinaan akhlaq, aqidah,dan pergaulan sehari hari.
Mengingat besarnya tanggung jawab dan akibat yang ditimbulkan akibat kedurhakaan ini, suami wajib menghindari perbuatan tersebut.dan segera meminta maaf terhadap Istri dan bertaobat kepada Allah SWT.
suami telah uzdur sehingga tidak bisa menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin rumah tangga
suami terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan hobinya sehingga tidak bisa mengurus kepentingan keluarga selain hanya memberi uang belanja. tanggung jawab suami tidak hanya member nafkah, tapi juga harus membimbing isri dan anak anak dalam pembinaan akhlaq, aqidah,dan pergaulan sehari hari.
Mengingat besarnya tanggung jawab dan akibat yang ditimbulkan akibat kedurhakaan ini, suami wajib menghindari perbuatan tersebut.dan segera meminta maaf terhadap Istri dan bertaobat kepada Allah SWT.
2. Menelantarkan Belanja Istri
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: Rasulullah bersabda: ‘seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya.’” (HR.Abu Dawud, Muslim, Ahmad, Thabarani)
Hadis tersebut menerangkan bahawa suami yang menelantarkan belanja istri dan anaknya berarti telah melakukan dosa.
Seorang majikan yang menelantarkan gaji karyawannya sehingga merekan tidak bisa memenuhi kebutuhannya juga dikatakan dosa. Begitu juga seorang pemimpin yang menelantarkan kebutuhan rakyatnya, maka ia berdosa. Sudah menjadi ketetapan jika suami harus memberikan belanja kepada istri misal untuk makan minum, pakaian dan lain-lain yang dibutuhkan sesuai dengan tingkat kemampuannya.bila tidak maka suami telah durhaka terhadap istrinya.
Dari Aisyah ra, bahwa Hindun binti Utbah pernah berkata: ‘Wahai Rasulullah,sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir dan tidak mau memberikan kepadaku belanja yang cukup untuk aku dan anakku,sehingga terpaksa aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya’. “beliau bersabda: ‘Ambillah sekadar cukup untuk dirimu dan anakmu dengan wajar.” (HR.Bukhari)
Hadits ini menerangkan bahwa istri yang diberi nafkah tidak sesuai dengan kebutuhannya padahal mempunyai harta yang cukup maka diperbolehkan mengambil sendiri harta itu tanpa sepengetahuan suaminya sekadar untuk memenuhi kebutuhannya dan anaknya secara wajar. Suami yang melakukan kedurhakaan ini mungkin disebabkan oleh:
Suami kesal terhadap sikap boros istrinya,menurutnya istri tidak dapat mengatur keuangan dengan baik sehingga suami melakukan tindakan seperti itu. Tindakan tersebut tidak benar, jika suami melihat istrinya boros, tindakan pengajarannya tidak dengan mengabaikan belanja istri tapi dengan cara lain yang sekiranya tanpa mengabaikan tanggung jawab suami terhadap istri
Suami punya selingkuhan,sehingga lupa akan istrinya dan keluarganya
Suami lebih mementingkan kegemarannya sendiri
Suami punya selingkuhan,sehingga lupa akan istrinya dan keluarganya
Suami lebih mementingkan kegemarannya sendiri
(egois)
Istri punya penghasilan sendiri jadi suami beranggapan tidak perlu lagi memberi uang belanja sendiri
Suami lebih mementingkan saudaranya. Hal ini sungguh kesalahan yang besar karena orang yang wajib ditanggungnya adalah orang tuanya, istri dan anaknya, bukan saudaranya.
Suami hendaknya menyadari bahwa selama ia menelantarkan belanja istri, selama itulah ia berdosa kepada istrinya. Oleh karena itu ia wajib meminta maaf kepada istrinya dan selanjutnya bertaubat kepada Allah. Ia wajib menyadari bahwa tidak membelanjai istri termsuk mendurhakai Allah SWT. Dosanya tidak hanya kepada istri tapi juga terhadap Allah SWT.
Istri punya penghasilan sendiri jadi suami beranggapan tidak perlu lagi memberi uang belanja sendiri
Suami lebih mementingkan saudaranya. Hal ini sungguh kesalahan yang besar karena orang yang wajib ditanggungnya adalah orang tuanya, istri dan anaknya, bukan saudaranya.
Suami hendaknya menyadari bahwa selama ia menelantarkan belanja istri, selama itulah ia berdosa kepada istrinya. Oleh karena itu ia wajib meminta maaf kepada istrinya dan selanjutnya bertaubat kepada Allah. Ia wajib menyadari bahwa tidak membelanjai istri termsuk mendurhakai Allah SWT. Dosanya tidak hanya kepada istri tapi juga terhadap Allah SWT.
3. Tidak Memberi Tempat Tinggal Yang Aman
“Tempatkanlah mereka(para istri)di tempat kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian dan janganlah menyusahkan mereka untuk menyempitkan(hati) mereka. Jika mereka (istri yang di thalaq) itu sedang hamil,berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan…” (QS. Ath-Thalaaq : 6)
Allah menjelaskan untuk para suami yang menceraikan istrinya diwajibkan untuk tetap memberikan tempat tinggal untuknya selama masa iddah dan tidak boleh mengurangi belanja istrinya atau mengusirnya dari rumah karena ingin menyusahkan hatinya atau memaksanya mengembalikan harta yang pernah diberikan kepadanya atau tujuan lain.
Jika mantan istrinya yang masih dalam masa iddah saja harus mendapatkan hak nafkan dan tempat tinggal yang baik, maka lebih utama dan lebih wajib lagi bagi istri sahnya untuk mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari itu.
4. Tidak Melunasi Mahar
Dari Maimun Al-Kurady, dari bapaknya ia berkata: “saya mendengar nabi saw.(bersabda): Siapa saja laki laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu,berarti ia telah mengacuhkannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu,kelakpada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasiq…”(HR. Thabarani, Al-Mu’jamul Ausath II/237)
Menurut Hadits ini seorang suami yang telah menetapkan mahar untuk istrinya,tetapi kemudian tidak membayarkan mahar yang dijanjikan kepada istrinya,berarti menipu atau mengicuh istrinya. Jika ia tidak memiliki mahar maka ia boleh mengutang kepada istrinya. Dalam QS.Al-Baqarah(2):237 menerangkan bahwa “jika kalian menceraikan istri istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka, padahal kalian sudah menentukan maharnya, bayarlah separuh dari mahar yang telah kalian tentukan itu,kecuali jika istri istri kalian itu telah memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah. Pemberian maaf kalian itu adalah lebih dekat kepada taqwa. Janganlah kalian melupakan kebaikan antara sesama kalian.sesungguhnya Allah maha melihat apa yang kalian kerjakan.”.
Suami yang berutang mahar kepada istrinya dengan niat tidak akan melunasinya harus mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak. Suami yang tidak melunasi maharnya mungkin sekali disebabkan oleh banyak faktor.
Diantaranya adalah, suami beranggapan bahwa mahar sudah tidak perlu lagi ia berikan karena sekarang sudah menjadi satu keluarga, menurutnya tidak ada perhitungan hutang piutang bagi orang yang sudah terikat dalam hubungan suami istri. bisa jadi juga karena sang istri tidak pernah menagih sehingga suami beranggapan istri tidak lagi memerlukannya.
Apapun alasan yang menjadikan dasar untuk suami melakukan kedurhakaan ini tetap tidak dibenarkan. Karena segala macam utang wajib dilunasi baik oleh suami maupun istri dan untuk melunasinya tidak perlu menunggu ditagih.
5. Menarik Mahar Tanpa Keridhoan Istri
(20) “Jika kalian (para suami) ingin mengganti istri dengan istri yang lain,sedang kalian telah memberikan kepada salah seorang diantara mereka itu mahar yang banyak,janganlah kalian mengambilnya kembali sedikitpun. Apakah kalian kalian akan mengambilnya kembali dengan cara cara yang licik dan dosa yang nyata?(21) Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali,sedangkan kalian satu dengan lainnya sudah saling bercampur (sebagai suami istri) dan mereka ( istri istri kalian) telah membuat perjanjian yang kokoh dngan kalian,” (QS.An-Nisaa : 20-21)
Ayat tersebut dengan teas mencela suami yang memnta atau menarik kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya, baik sebagian maupun seluruhnya. Tujuan islam menetapkan mahar dalam perkawinan adalah untuk menghormati kedudukan istri yang pada jaman sebelum islam tidak mendapatkan hak untuk memiliki dan menguasai harta kekayaan apapun, baik dari orang tuanya maupun suaminya.