Pertanyaan :
Bapak ustadz yang saya muliakan, kita sering melihat adanya orang yang jidadnya hitam,
yang hal ini katanya dikarenakan ia kuat beribadah. Tetapi saya sering
melihat para ulama (juga termasuk bapak pengasuh) tidak memiliki tanda
hitam di dahi ? saya jadi bingung, apa ia sih ibadah shalat para ulama
‘kalah’ banyak dengan mereka sehingga tidak berbekas di keningnya.
Pernah sih saya iseng-iseng bertanya kepada pemilik jidat hitam katanya
itu adalah atsar sujud (bekas sujud ?) yang dilukiskan oleh al Qur’an
sebagai ciri orang beriman. Benarkah demikian ustadz ? Mohon
pencerahannya.

Jawaban :
Ayat yang terkait masalah atsar sujud adalah firman Allah ta’ala :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
atsarussujud (bekas sujud).” (QS. al Fath:29).
Penjelasan mufassirin (ulama tafsir ) tentang makna bekas sujud.
Bagaimanakah penafsiran para ulama mengenai makna atsarussujud (bekas sujud) dalam ayat diatas ?
Jawabanya : Dalam kitab-kitab tafsir mu’tabarah (yang terkenal) tidak
ada satupun yang mengkaitkan makna atsarussujud dengan hitamnya dahi.
Berikut ini diantaranya :
- Tafsir Al-Qurthubi (16/291) : Disebutkan dalam tafsir tersebut bahwa
Ibnu Abbas dan Mujahid menafsirkan kata atsarussujud (bekas sujud)
sebagai : khusyu’ dan tawadlu’.
–Tafsir Fathul Qadir (5/ 55) : juga memaknai dengan arti yang sama.
- Jami’ al-Bayan (26/ 141) : sang penulis kitab ini -Ibn Jarir
al-Thabari - mengutip perkataan Muqatil bin Hayyan dan Ali bin Mubarak
dari al-Hasan bahwa yang dimaksud “min atsari sujud” disana adalah
cahaya yang tampak pada wajah orang-orang beriman pada Hari Kiamat kelak
sebagai bekas shalat dan wudlu’nya. Bahkan di dalam Tafsirnya tersebut,
Ibn Jarir juga mengutip perkataan sahabat Ibn Abbas yang menolak
penafsiran ayat secara literal dengan kata-kata : “Hal itu bukanlah
seperti yang kalian kira, karena maksudnya (dari kalimat min atsari
sujud) adalah tanda-tanda ke-islaman (ketundukan dan kepasarahan) serta
kekhusyu’an.”
- Thabari juga meriwayatkan dengan sanad hasan dari Qatadah, beliau
berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
- Tafsir Zâdul Mâsir (7/ 172) : Ibn Jauzi mengatakan, “Apakah
tanda-tanda itu (bekas sujud) itu merupakan tanda-tanda di dunia atau di
akhirat?” Dari banyak mufassir yang mengatakan bahwa tanda-tanda itu
tampak di dunia ini hanya sedikit saja penafsir yang mengatakan bahwa
tanda sujud itu tampak karena adanya bekas turbah (tanah) yang melekat
di kening mereka. Itu pun penfasiran alternatif bukan satu-satunya
penafsiran yang mereka yakini. Lagi pula jika penafsiran seperti itu
menjadi argumen mereka, maka hal itu justru akan menjadi muskilah,
karena kaum yang sujud di atas tanah pada masa ini hanyalah kalangan
Syi’ah saja, sementara kaum Muslim Sunni tidak lagi sujud di atas
tanah, tetapi di atas kain sajadah atau yang semacamnya. Dan penafsiran
ini pun tidak bisa menjadi dalil bagi kaum Khawarij, karena bekas sujud
yang ada dikening mereka bukanlah bekas tanah, tetapi karena kulit yang
baal (tebal) karena ditekan secara paksa. Kita sudah banyak mengetahui
bahwa banyak ulama yang rajin melakukan shalat malam tetapi kening
mereka tidak hitam seperti yang ada pada kening kaum Khawarij dan
pengikutnya.
- Demikian juga Allamah Thabathaba’i di dalam Tafsir al-Mizan-nya, Juz
18, halaman 326, menafsirkan ayat tersebut dengan penafsiran maknawi
bukan zhahiri.
- Dan terakhir, Tafsir Al-Nur al-Tsaqalayn, menafsirkan kalimat min
atsari sujud pada ayat tersebut dengan mengutip perkataan al-Shadiq :
“huwa al-sahr fi al-shalah” : itu (bekas sujud) adalah banyaknya shalat
malam pada waktu sebelum fajar/subuh.
Hadits yang menyebutkan bekas sujud
Selain ayat diatas, adapula hadits Rasulullah n yang terkait tentang
masalah ini, berikut haditsnya : Rasulullah n bersabda : “Tak satu
orangpun di antara umatku yang tidak kukenali pada Hari Kiamat. Mereka
(para sahabat) bertanya, “Bagaimana engkau dapat mengetahuinya wahai
Rasulullah, sedangkan engkau berada di tengah-tengah banyaknya makhluk?
Beliau bersabda: “Apakah kalian dapat mengetahui sekiranya kalian
memasuki tumpukan makanan yang di dalamnya terdapat sekumpulan kuda
berwarna hitam pekat yang tidak dapat tertutup oleh warna lain, dan di
dalamnya terdapat pula kuda putih bersih, dapatkah kalian dapat
melihatnya? Mereka berkata: “Tentu!” Beliau bersabda : “Sesungguhnya
umatku pada hari itu berwajah putih bersih karena (bekas) sujud dan
karena (bekas) wudlu’.”[1]
Lantas bagaimanakah penjelasan para muhaditsin mengenai maknanya ?
Justru Hadis ini dijadikan dalil bahwa tanda (sima) dari bekas sujud,
bukanlah apa yang Nampak di dunia ini, tetapi hanya tampak pada hari
Kiamat.
Namun adapula sebagian yang memaknai bekas sujud pada ayat dan hadits
diatas dengan makna dhahir yakni bekas tanah di dahi, seperti yang
dikatakan Malik bin Dinar dari shahabat Ikrimah a.[2]
Sikap para ulama terhadap bekas hitam di dahi
Meskipun mayoritas ulama berpendapat bahwa bekas sujud tidak ada
kaitannya dengan tanda hitam di dahi. Namun, mereka berbeda pendapat
tentang kondisi seseorang yang ada bekas hitam di dahi, sebahagiannya
tidak mempermasalahkan sedangkan yang lainnya membenci hal tersebut.[3]
Ulama yang membencinya
Para ulama yang tidak menyukai adanya bekas hitam di dahi diantaranya
bahkan dari kalangan shahabat nabi, diantaranya adalah Ibnu Umar, Abu
Darda, Saib bin Yazid dll.
1. Ibnu Umar beliau adalah Abdullah bin Umar bin Khattab h,
salah seorang shahabat terkemuka. Diriwayatkan beberapa riwayat dari
Ibnu Umar, beliau membenci adanya bekas hitam di dahi seorang muslim.
Berikut diantara riwayat-riwayatnya :
- Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umarh
. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya
kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang
tersebut.
Ibnu Umar melihat ada bekas berwarna hitam di antara kedua matanya.
Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu?
Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakar, Umar
dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (HR.
Baihaqi : 3698)
- Beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas
sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan
seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan
penampilanmu!” (HR. Baihaqi : 3699).
- Ibnu ‘Umar berkata : “Sesungguhnya rupa seorang itu ada di
wajahnya. Maka, janganlah salah seorang di antara kalian memburukkan
rupanya” (HR. Abi Syaibah 1/308).
2. Abu Darda a, diriwayatkan bahwa beliau melihat seorang
perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal yang ada pada
seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada
pada dirimu tentu lebih baik” (HR. Bahaqi : 3700).
3. As Saib bin Yazid, a,, ,,,,,,,Dari Humaid bin Abdirrahman,
aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az
Zubair bin Suhail datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata,
“Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu
bukanlah bekas sujud. Demi Allah, aku telah shalat dengan menggunakan
wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi
bekas sedikitpun pada wajahku.” (HR. Baihaqi : 3701).
4. Mujahid t,,, ,,dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid
tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah ?
Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di
antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun
dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an.”
(HR. Baihaqi: 3702).
5. Ahmad ash Showi t ia mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan
oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang
riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas
khawarij (ahli bid’ah).” (Hasyiah ash Shawi, 4/134).
Ulama yang membolehkannnya
Sebagian ulama memandang bahwa ada bekas sujud di dahi bukanlah hal yang
di benci, selama bukan untuk maksud kesombongan atau riya. Bahkan
beberapa riwayat telah menyebutkan bahwa sebagian ulama salaf memiliki
bekas sujud di dahi mereka. Berikut diantara riwayatnya :
- Shafwaan bin ‘Amru, ia berkata : “Aku pernah melihat dahi
‘Abdullah bin Busr[4] ada tanda/bekas sujud. ” ( At-Taariikh : 178;
shahih).
- Al-‘Alaa’ bin ‘Abdil-Kariim Al-Ayaamiy, ia berkata : “Kami pernah
mendatangi Murrah Al-Hamdaaniy[5], lalu ia pun keluar menemui kami.
Kami melihat bekas sujud di dahinya, kedua telapak tangannya, kedua
lututnya, dan kedua kakinya….”( Al-Hilyah, 4/162; shahih).
- Bilaal bin Muslim, ia berkata : “Aku melihat Abaan ‘Utsmaan, di antara kedua matanya terdapat sedikit bekas sujud.”[6]
- Shafwaan bin ‘Amru ia berkata : “Aku melihat di dahi Hakiim bin
‘Umair[7] ada bekas/tanda sujud” ( Al-Kubraa, 7/212; shahih). Kesimpulan
:
Penutup :
Sesuatu yang sangat keliru bila seseorang mengkaitkan hitamnya dahi
dengan tingkat keshalihan seseorang. Lebih keliru lagi bila sengaja
seseorang menekan dahinya untuk mendapatkan ‘ bekas sujud’ pada dahinya.
Karena nyatanya, mayoritas ulama tidak memaknai bekas sujud dengan
hitamnya dahi.
Bahkan lebih selamatnya munculnya hitam di dahi karena efek sujud
hendaknya dihindari karena sangat mungkin bisa memunculkan sikap riya
diri kita dihadapan manusia. Hal ini bisa dilakukan dengan menghindari
sebab-sebab yang bisa memberikan bekas pada sujud, seperti melazimi
sujud ditempat yang keras. Rasulullah n mengingatkan : “Tidak akan masuk
sorga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun seberat
biji atom.” (HR. Muslim).
Namun sebaliknya, juga adalah sikap yang salah jika seseorang
mengedepankan su’udhdhan, bahkan sampai terlontar kata-kata, bahwa orang
yang mempunyai bekas/tanda hitam di dahinya merupakan orang yang tidak
ikhlash dalam beramal, ingin dipuji dll. Apakah ada nash dari Allah dan
Rasul-Nya bahwasannya tanda hitam di dahi merupakan tanda kemunafikan
lagi ketidak -ikhlashan ? Karena boleh jadi adanya bekas sujud dikening
tersebut memang faktor tipisnya kulit atau sebab-sebab lainnya.
Ingatlah wahai saudaraku firman Allah ta’ala : “Wahai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujuraat : 12).
“Ya, Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik
yang kami ketahui. Dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari dosa
(syirik) yang kami tidak mengetahuinya.”
Wallahu a’lam.