Ustadz Abu Humaid Arif Syarifuddin
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kiamat tidak akan terjadi
sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum Muslimin akan membunuh
mereka sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon,
tetapi batu dan pohon itu berkata, ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ada orang
Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia.’ Kecuali (pohon) gharqad
karena ia adalah pohon Yahudi.”
TAKHRIJ HADITS
Hadits dengan lafazh seperti ini dibawakan oleh Muslim
dalam Shahih-nya di kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab Laa taqumus-sa’atu
hatta yamurrar-rajulu fi qabarir-rajuli, no. 2922. Demikian pula Imam Ahmad
dalam Musnad-nya hadits no. 27502. Sedangkan Bukhari membawakan hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ini dengan lafazh semakna, namun tanpa menyebutkan
kata gharqad dalam kitab al Jihad wasy-Sayr, bab Qitalul Yahud, no. 2926. Juga
Imam Ahmad pada hadits no. 10476.
Dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu
yang dibawakan oleh Bukhari terdapat dalam kitab al Manaqib, bab ‘Alamatun
Nubuwwah fil Islam, hadits no. 3593. Muslim di kitab al Fitan wa
Asyrathus-Sa’ah,bab Laa taqumus-sa’atu hatta yamurrar-rajulu fi qabarir-rajuli,
hadits no. 2921. At Tirmidzi dalam Sunan-nya di kitab al Fitan, bab Maa ja-a fi
‘alamatid-Dajjal, hadits no. 2236 serta Imam Ahmad dalam Musnad-nya, hadits no.
6112, 6151 dan 5330, semuanya dari jalur Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar dari
‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma dengan lafazh :
تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ فَتُسَلَّطُونَ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقُولُ الْحَجَرُ يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ وَرَائِي فَاقْتُلْهُ
Kaum Yahudi, nanti akan memerangi kalian. Akan tetapi
kalian (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan) mereka, kemudian (sampai) batu
pun berkata : “Wahai Muslim, ada orang Yahudi di belakangku, bunuhlah dia”.
Sedangkan Ibnu Majah membawakan berita tentang
peperangan di akhir zaman antara kaum Muslimin dengan kaum Yahudi serta pohon
gharqad ini, dalam hadits yang panjang tentang kemunculan Dajjal dan fitnahnya,
dari riwayat Abu Umamah al Bahili Radhiyallahu ‘anhu dalam kitab al Fitan, bab
Fitnatud-Dajjal wa Khuruju ‘Isa Ibni Maryam Alaihissallam, no. 4077. Dalam
sanadnya terdapat perawi yang lemah, yaitu Isma’il bin Rafi’ Abu Rafi’ al
Muzani al Anshari [1], dan didha’ifkan oleh Syaikh al Albani dalam Dha’if Sunan
Ibni Majah, no. 4077. Namun hampir seluruh isinya memiliki pendukung-pendukung
yang shahih dari periwayatan para sahabat yang lain secara terpisah-pisah
(kecuali sedikit yang tidak didapati adanya riwayat pendukung), seperti
dijelaskan secara terperinci oleh Syaikh al Albani dalam risalahnya yang
berjudul Qishshatul-Masihid-Dajjal wa Nuzulu ‘Isa Ibni Maryam Alaihissallam wa
Qatluhu Iyyahu [2], dan Syaikh al Albani menshahihkannya dalam Shahih Jami’is-
Shaghir, no. 7875.
BIOGRAFI ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ‘ANHU [3]
Menurut pendapat mayoritas, nama beliau adalah
‘Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu
Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang
masyhur) atau Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu
diajaknya bermain-main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing
milik keluarga dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam
harinya. Tersebut dalam Shahihul Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.
Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang
paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa,
dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau Radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al
Fadhl bin al Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al
Ghifari, dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu ‘anhum . Ada sekitar 800 ahli ilmu
dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu, dan beliau Radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling
hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang
paling utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam asy Syafi’i berkata,”Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya
(masa sahabat).”
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu masuk Islam antara
setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu
‘anhu datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah. [4]
Amr bin Ali al Fallas mengatakan, Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada
bulan Muharram tahun ke-7 H.
Humaid al Himyari berkata,”Aku menemani seorang
sahabat yang pernah menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama
empat tahun sebagaimana halnya Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam,
dan do’a tersebut dikabulkan. Beliau Radhiyallahu ‘anhu wafat pada tahun 57 H
menurut pendapat yang terkuat.
MUFRADAT HADITS DAN FAIDAH-FAIDAHNYA
– Kata-kata (لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى …) yang artinya “kiamat tidak akan terjadi sehingga… ”.
Hal ini menunjukkan, apa yang akan disebutkan
setelahnya merupakan suatu tanda di antara tanda-tanda bakal datangnya hari
kiamat. Bila peperangan antara kaum Muslimin dengan Yahudi nanti terjadi, maka
berarti kiamat betul-betul telah dekat. Maka terjadinya hari kiamat dikaitkan
dengan tanda-tanda tersebut, akan tetapi bukan berarti Allah tidak kuasa
menegakkan kiamat tanpa tanda-tanda, melainkan karena adanya hikmah yang Allah
kehendaki. Sekaligus, ini sebagai bukti rahmat Allah, agar para hambaNya
senantiasa waspada dan berhati-hati. Juga untuk menunjukkan kesempurnaan
pengaturan Allah terhadap seluruh makhlukNya dengan kekuasaan dan kehendakNya.
Apa yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits ini sebuah berita ghaib, yang pasti benar dan pasti akan
terjadi. Karena, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengucapkan perkara
syari’at dengan kemauan diri sendiri, apalagi perkara-perkara ghaib yang tidak
dapat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketahui, melainkan berasal dari
wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى.
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). [an Najm/53 : 3-4].
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً
(Dia-lah Allah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia
tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada
rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di muka dan di belakangnya. [al Jin/72 : 26-27].
قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ، إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ
Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan
tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak
mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku”. Katakanlah : “Apakah sama
antara orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak
memikirkan(nya)? [al An’aam/6 : 50].
– Kata-kata حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ … yang artinya, sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu
kaum Muslimin akan membunuh mereka …. Sedangkan dalam hadits Ibnu Umar
Radhiyallahu ‘anhuma di atas tersebutkan dengan lafazh تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ فَتُسَلَّطُونَ عَلَيْهِمْ yang artinya, kaum Yahudi nanti akan memerangi kalian, tetapi
kalian akan (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan mereka) ….
Bila kedua lafazh ini digabungkan, menunjukkan kedua
pihak akan saling menyerang. Hanya saja, akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
akan memberikan kekuatan kepada kaum Muslimin, sehingga dapat mendesak dan
membuat kaum Yahudi takluk. Peristiwa ini terjadi pada saat kemunculan Dajjal
[5] dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam [6]. Yaitu ketika kaum Muslimin berada
di barisan Nabi ‘Isa Alaihissallam, sedangkan Yahudi bersama Dajjal [7], hingga
‘Isa Alaihissallam membunuh Dajjal di Bab Lud.[8]
Ada pula yang berpendapat, peperangan yang dimaksud
dalam hadits di atas adalah beberapa waktu sebelum kemunculan Dajjal dan
turunnya ‘Isa Alaihissallam, kemudian berlanjut hingga Dajjal muncul yang
diikuti oleh Yahudi, dan ‘Isa Alaihissallam turun, lalu bergabung bersama
barisan kaum Muslimin.
Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu yang
panjang terdapat kata-kata:
وَمَعَ الدَّجَّالِ يَوْمَئِذٍ سَبْعُونَ أَلْفَ يَهُودِيٍّ كُلُّهُمْ ذُوْ سَيْفٍ مُحَلًّى وَسَاجٍ
dan bersama Dajjal saat itu ada tujuh puluh ribu orang
Yahudi masing-masing membawa pedang yang dihiasi (permata) dan (memakai) jubah
(selempang) [(berwarna hitam (hijau)], yang menunjukkan bahwa peperangan yang
akan terjadi itu dengan menggunakan pedang seperti masa lampau. Tidak dengan
senjata api maupun senjata berat, seperti yang kita lihat sekarang ini. Begitu
pula senjata yang digunakan oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam ketika membunuh Dajjal
nanti, berwujud tombak (pendek).[9]
Dan kata-kata (تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ) dalam lafazh hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana
dijelaskan oleh al Hafizh Ibnu Hajar [10], menunjukkan kebolehan menyampaikan
pernyataan kepada seseorang, dalam hal ini maksudnya adalah (orang lain) yang
sejalan dengannya (semisalnya). Karena, pernyataan di atas disampaikan di
hadapan para sahabat, akan tetapi yang dimaksudkan adalah orang-orang yang akan
datang setelah mereka, yaitu dalam kurun waktu yang panjang. Mereka memiliki
kesamaan dalam hal keimanan, sehingga hal itu pantas untuk disampaikan kepada
para sahabat.
Berita dalam hadits ini merupakan kabar gembira bagi
umat Islam. Merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berupa kemenangan
atas musuh kaum Muslimin. Musuh yang paling dengki dan paling keras
permusuhannya terhadap umat Islam, yaitu bangsa Yahudi. [11]
Ya, hal itu pasti terjadi, berdasarkan kehendak
kauninyah Allah Subhanahu wa Ta’ala . Akan tetapi bukan berarti kaum Muslimin
menjadi terlena, dan diam berpangku tangan menunggu datangnya kemenangan
tersebut, tanpa mengambil sebab-sebab yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala
tetapkan bersamaan dengan ketetapan takdir kauniNya itu. Karena, Allah tidak
menjadikan sesuatu, melainkan Allah tetapkan bersamanya sebabnya, sebagai suatu
hikmah yang Allah kehendaki. Jadi, dalam kehidupan dunia ini terdapat hukum
sebab-akibat yang harus dijalani oleh manusia. Sehingga kemenangan kaum
Muslimin atas musuh Islam yang diberitakan dalam hadits di atas pun tidak dapat
dicapai, kecuali dengan menjalani sebab-sebab syar’i yang telah Allah gariskan.
Allah Subhanahu wa Ta’alal berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … [ar
Ra’du/13 : 11].
Artinya, Allah menjadikan adanya perubahan keadaan,
yang baik maupun yang buruk, pada suatu kaum dengan sebab yang diusahakan oleh
kaum itu sendiri. Jika suatu kaum dalam keadaan baik, penuh dengan kenikmatan,
kemudian mereka melakukan sesuatu yang menyebabkan hilangnya kebaikan tersebut,
maka Allah akan merubah keadaan mereka menjadi buruk dan sengsara, dan demikian
pula sebaliknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah
sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkanNya
kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri,
dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” [al Anfal/8 : 53].
Dengan demikian, jika kaum Muslimin ingin mengentaskan
diri dari keterpurukan, kehinaan, penindasan musuh serta hilangnya martabat,
harga diri dan kewibawaan, kemudian ingin meraih kejayaan, kemuliaan dan
kewibawaan, maka harus merubah diri, dengan cara-cara yang sesuai syar’i,
sebagaimana telah ditunjukkan oleh Allah. Yakni dengan berpegang teguh kepada
KitabNya dan Sunnah RasulNya. Mengaplikasikan dalam kehidupannya. Menjalankan
agama Allah dengan sebenar-benarnya, secara ikhlas dan sesuai pemahaman yang
benar, sebagaimana para salafush-shalih dahulu. Isyarat mengenai hal ini, bisa
kita dapatkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ
Apabila kalian berjual-beli dengan ‘inah (yakni riba),
mengambil ekor-ekor sapi dan rela dengan cocok tanam (yakni tenggelam dengan
urusan dunia) dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan
atas kalian, yang tidak akan Allah angkat, hingga kalian kembali kepada agama
kalian. [12]
Asy Syaukani menyatakan, dalam hal ini terdapat
peringatan keras, beliau (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menunjukkan
terpuruknya (umat Islam) dalam perkara-perkara di atas dikarenakan
pembelotannya terhadap agama. [13]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong
(agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
[Muhammad/47 : 7].
Syaikh al Albani berkata,”Di antara perkara yang
disepakati, tanpa ada perselisihan di antara kaum Muslimin –wa lillahil hamdu-
bahwa makna ‘jika kamu menolong agama Allah …’ adalah, ‘jika kamu mengamalkan
apa yang Allah perintahkan kepadamu, niscaya Allah akan menolong (memenangkan)
kamu atas musuh-musuhmu’.” [14]
Beliau rahimahullah juga menerangkan, kunci kembalinya
kejayaan (kemuliaan) Islam ialah dengan menerapkan ilmu yang bermanfaat dan
mengerjakan amal shalih. Demikian ini suatu perkara mulia, yang tidak mungkin
dicapai kaum Muslimin kecuali dengan menjalankan metode tashfiyah (pemurnian)
dan tarbiyah (pendidikan, pengajaran)15]. Yakni, dalam urusan aqidah maupun
yang lainnya dari urusan-urusan agama ini.
– Kata-kata (حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ) yang artinya, sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di
balik batu dan pohon ….
Hal ini menunjukkan terdesaknya kaum Yahudi ketika
kaum Muslimin menyerang mereka, hingga mereka pun mencari tempat-tempat
persembunyian.
– Kata-kata فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ … (tetapi batu dan pohon itu berkata …).
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,”Dalam hadits ini
terdapat (berita) adanya tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat. Di
antaranya, berbicaranya benda-benda mati, seperti pohon dan batu. Dan
berdasarkan lahirnya, adalah berbicara secara hakiki, meskipun ada kemungkinan
adanya makna kiasan. Maksudnya, bersembunyi (di balik benda-benda tersebut)
tidak bermanfaat bagi mereka (Yahudi). Tetapi, (makna) yang pertama (secara
lahiriyah) adalah lebih utama.” [16]
Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu terdapat
kalimat sebagai berikut:
فَلاَ يَبْقَى شَيْءٌ مِمَّا خَلَقَ اللهُ يَتَوَارَى بِهِ يَهُودِيٌّ إِلاَّ أَنْطَقَ اللهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ لاَ حَجَرٌ وَلاَ شَجَرٌ وَلاَ حَائِطٌ وَلاَ دَابَّةٌ …
Maka tidak ada satupun ciptaan Allah yang dijadikan
tempat persembunyian Yahudi, melainkan Allah jadikan ia berbicara, baik batu,
pohon, tembok maupun hewan ….
Hal ini menunjukkan bahwa, Allah Maha kuasa atas
segala sesuatu dengan kehendakNya yang sempurna. Dan apa yang dikuatkan oleh al
Hafizh Ibnu Hajar di atas telah didukung dengan banyak dalil, baik dari al
Qur`an maupun as Sunnah.
– Kata-kata إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ [Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi].
Yakni, pohon tersebut tidak berbicara sebagaimana yang
lainnya.
Imam an Nawawi berkata,”Gharqad adalah sejenis pohon
berduri yang dikenal di Negeri Baitul Maqdis (Palestina). Di sanalah Dajjal dan
Yahudi (akan) dibunuh (yakni oleh Nabi Isa’ Alaihissallam dan kaum Muslimin).
Abu Hanifah ad Dinawari berkata,’Bila ‘ausaj [17]
telah menjadi besar, maka disebut gharqad’.” [18]
Ibnu al Atsir menerangkan tentang gharqad, adalah
sejenis pohon ‘idhah (pohon besar) dan pohon berduri. Bentuk tunggalnya
“gharqadah”. Dan di antaranya pula ada pemakaman penduduk Madinah yang disebut
Baqi’ al Gharqad [19], karena dahulu, di tempat tersebut terdapat pohon ini,
yang kemudian ditebang [20. Kemudian di tempat lainnya, Ibnu al Atsir
menjelaskan tentang pohon ‘idhah. Yaitu pohon ummu ghailan [21], dan setiap
pohon besar yang berduri [22].
Badruddin al ‘Aini berkata,”Al-Gharqad dengan
difathahkan ghain-nya, disukunkan ra’-nya, difathahkan qaf-nya dan di akhirnya
huruf dal adalah pohon yang berduri yang tumbuh di situ (pemakaman Baqi’),
kemudian pohon tersebut sudah sirna namun namanya tetap ada untuk tempat
(pemakaman) tersebut. Al-Ashma’i menyatakan bahwa pohon-pohon gharqad tersebut
ditebang pada saat Utsman bin Mazh’un Radhiyallahu ‘anhu dikuburkan di tempat
tersebut.” [23]
Sedangkan dalam al Mu’jamul Wasith diterangkan,
gharqad adalah pohon yang tingginya antara satu sampai tiga meter. Tergolong
spesies terung-terungan, batang dan dahannya berwarna putih, mirip pohon ‘ausaj
dari segi daunnya yang lunak dan dahannya yang berduri [24]. Adapun bunganya
yang berleher panjang lagi berbau harum, berwarna putih kehijauan [25]. Buahnya
berbentuk kerucut dapat dimakan, dikenal juga dengan nama ghardaq.[26]
Abu Zaid al Anshari mengatakan,”Pohon gharqad dapat
tumbuh di segala tempat, kecuali di pasir yang panas.”
Adapun disandarkannya pohon gharqad sebagai pohon
Yahudi yang akan menjadi tempat persembunyian mereka, ini menunjukkan bahwa, di
antara makhluk Allah, meski itu benda-benda mati tak bernyawa, ada yang tidak
taat kepada perintah Allah dan melakukan hal yang tidak disukai Allah. Sebagai
contoh, yaitu perbuatan sebuah batu yang membawa lari pakaian Nabi Musa
Alaihissallam saat beliau mandi, sehingga Musa Alaihissallam memukulnya.[27]
PELAJARAN HADITS
1. Kewajiban mengimani seluruh perkara ghaib yang
diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak sah keimanan
seseorang sehingga dia mengimaninya.
2. Mukjizat bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, karena banyak berita ghaib yang beliau sampaikan pada masa beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup betul-betul terjadi sesuai kenyataan.
Dan yang belum terjadi, pasti akan terjadi, karena berita yang beliau sampaikan
adalah haq, berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini juga menunjukkan
kenabian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar.
3. Mengimani tentang hari kiamat dan pasti akan
datang.
4. Kiamat diawali dengan tanda-tanda. Kiamat tidak
akan terjadi, sehingga seluruh tandanya telah muncul menurut kehendak dan
hikmah Allah.
5. Peperangan orang-orang mukmin dengan orang-orang
kafir akan tetap ada sampai menjelang datangnya kiamat.
6. Berita gembira tentang puncak kemenangan yang akan
diraih kaum Muslimin, yaitu akan memerangi dan membunuh orang-orang Yahudi pada
saat menjelang tibanya kiamat. Adapun waktunya, yaitu saat kemunculan Dajjal
dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam.
7. Hadits ini merupakan berita, bahwa pasukan Yahudi
saat itu berada di bawah komando Dajjal. Dan kaum Muslimin bersama Nabi ‘Isa
Alaihissallam, hingga Dajjal berhasil dibunuh oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam.
8. Persenjataan perang saat itu adalah sebagaimana
persenjataan masa lalu, seperti pedang, tombak dan semisalnya.
9. Mengimani bahwa Allah Maha kuasa untuk menjadikan
benda-benda mati berbicara atas kehendakNya.
10. Pohon gharqad adalah pohon Yahudi yang akan
dijadikan tempat persembunyian mereka saat terdesak oleh kaum Muslimin.
Wallahu a’lam.